Rumah Si Pitung

Papan nama Situs Marunda (Rumah Si Pitung)

Rumah Si Pitung atau Rumah Singgah Si Pitung adalah situs cagar budaya yang terletak di Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
Situs ini dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta dan terbuka setiap hari untuk semua pengunjung dari jam 08:00 - 17:00.
Karcis masuk sebesar Rp. 5.000. (Lima ribu rupiah) per orang.
Si Pitung adalah legenda Betawi, seperti Robin Hood yang dianggap kriminal oleh penjajah Belanda karena sering merampok.
Tetapi  Si Pitung dianggap pahlawan oleh rakyat jelata karena membagikan hasil rampokannya kepada rakyat miskin.

Rumah Si Pitung tampak depan

Aku pertama kali berkunjung ke sini tanggal 29 September 2016.
Naik ojek online Grab cuma Rp. 5.000 (Lima ribu rupiah) dari Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta di Marunda.
Kebetulan aku sementara mengikuti diklat pelayaran di sini.
Siang selepas keluar kampus, aku langsung menuju ke tempat yang dikenal sebagai Rumah Si Pitung ini.
Rumah panggung ini terletak di perkampungan nelayan di pinggir laut dan sekitarnya ada tambak, entah tambak udang atau bandeng.

Rumah Si Pitung tampak samping

Setelah membayar kacis retribusi, aku masuk ke dalam dan memotret dari berbagai sudut yang dianggap bagus.
Tidak lupa juga memotret menggunakan aplikasi "Google Street View" supaya nantinya bisa dilihat oleh semua orang dengan aplikasi ini tanpa harus datang lagi ke sini.
Sayangnya belum selesai aku melakukan pemotretan keliling 360 derajat, aplikasi langsung menutup sendiri karena hapeku terlalu panas. Hasilnya dapat anda lihat di sini setelah aku potret kembali seminggu sesudahnya lagi.
Otomatis hasil potretan tadi tidak tersimpan dan harus diulangi kembali. Hal ini mustahil karena dengan pemotretan pertama saja hape sudah panas sekali, apalagi kalau diulangi.
Memang sejak jatuh di laut beberapa waktu yang lalu hapeku selalu panas kalau dipakai untuk memotret dengan aplikasi itu. Padahal itu adalah aplikasi kesukaanku untuk mengabadikan obyek yang bagus ke visualisasi digital yang nanti bisa dinikmati banyak orang.

Kursi tamu di beranda depan

Terpaksa aku dinginkankan hapeku dengan mematikannya dan aku bergabung bersama pengunjung lainnya di bawah kolong rumah panggung Si Pitung.
Sebenarnya rumah ini bukan rumah milik Pitung, tetapi milik Haji Syaifudin, suadagar Bugis yang paling kaya di kawasan Marunda saat itu.
Menurut cerita versi masyarakat setempat, Syaifudin berteman dengan Pitung dan sering singgah dan bersembunyi di sini saat dalam pengejaran dan pencarian tentara VOC, Belanda.
Tetapi menurut versi Belanda, Syaifudin adalah salah satu korban yang dirampok Si Pitung, wallahu a'lam, kita itdak tahu cerita mana yang benar. Yang jelas rumah ini jadi terbengkalai dan angker bertahun-tahun lamanya karena tidak ada yang mengurus secara tetap, hanya warga kampung saja yang berinisiatip untuk membersihkan seperlunya.

Kamar tidur

Aku naik ke atas rumah panggung ini, setelah hapeku terasa dingin dan dirasa sudah bisa dipakai untuk memotret.
Di beranda depan rumah terdapat seperangkat kursi kayu dengan anyaman rotan dan meja bulat untuk menerima tamu. Di sebelah sudutnya ada patung yang memakai kemeja dan celana hitam dengan kaus dalam putih, yang merupakan wujud Si Pitung sang legenda. Kamar tidur terletak di tengah sesudah ruang tamu. dalam ruangan ini ada ranjang dengan kelambu khas jaman dulu dan seperangkat bantal dan guling serta ada Al-Qur'an juga.
Di sudut kamar ada meja rias yang ada laci penyimpanan perlengkapan riasan pribadi dilengkapi cermin bulat.

Rumah Si Pitung (kiri) dan bangunan untuk pengelola dan mushola (belakang kiri), kafe dan toko (kanan)

Ruangan selanjutnya adalah ruang keluarga yang terhubung dengan ruang makan.
Di ruang keluarga ada perabot meja kursi yang seperti di beranda sedangkang di ruang makan dilengkapi dengan meja lonjong dengan empat buah kursi makan.
bagian paling belakang rumah panggung ini adalah beranda belakng yang bisa digunakan untuk bersantai. Dari sini bisa dilihat pemandangan ke arah kampung dan tambak ikan.
Angin laut yang berhembus pelan menambah kesejukannya, terasa nyaman memang.

Galangan kapal yang berbatasan langsung dengan kompleks Rumah Si Pitung.

Setelah puas memotret yang dianggap perlu aku turun dan beranjak ke bangunan di sebelahnya.
Ada dua lagi bangunan baru selain rumah panggung tua ini, yaitu bangunan untuk pengelola dilengkapi dengan mushola dan tempat untuk berwudlu dan kamar mandi di lantai atas. Aku sempatkan sholat zuhur di sini karena sudah hampir lewat waktunya.
Disebelahnnya ada lagi bangunan 2 lantai juga yang di bagian atasnya adalah kafe. Tampak beberapa pengunjung sedang bersantai menikmati hidangan.
Dari mushola ini atau dari kafe tersaji pemandangan ke arah laut lepas.
Sayangnya pinggir pantainya sudah dipakai sebagai galangan kapal, jadi tampak merusak pemandangan yang asri.
Yang nampak sekarang hanyalah kapal-kapal yang sedang diperbaiki atau kapal-kapal yang baru diturunkan dari galangan.





No comments:

Post a Comment