Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta


Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta adalah salah satu perguruan tinggi kedinasan yang berada di bawah Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.
Berdiri sejak tahun 1953 dengan nama Akademi Ilmu Pelayaran yang menyelenggarakan pendidikan pelaut jurusan Nautika dan Teknika tingkat kelas III dengan masa pendidikan 3-4 tahun.
Lokasi kampusnya berada di Jalan Gunung Sahari, Mangga Dua, Ancol, Jakarta Utara.


Tahun 1983 Akademi Ilmu Pelayaran berubah menjadi Pendidikan Dan Latihan Ahli Pelayaran dengan program studi jurusan Nautika, Teknika, Telekomunikasi pelayaran dan Ketatalaksanaan dan Kepelabuhanan.
Pada bulan Maret 2000, Pendidikan Dan Latihan Ahli Pelayaran (PLAP) berubah staus menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) dan menempati kampus yang baru di kawasan Marunda Jakarta yang berdekatan dengan situs Marunda atau Rumah Si Pitung.


Selain program studi di atas, STIP Jakarta juga menyelenggarakan Program Diklat Keterampilan Pelaut seperti di bawh ini:

  • Basic Safety Training (BST)
  • Survival Craft an Rescue Board (SCRB)
  • Advance Fire Fighting (AFF)
  • Medical Frst Aid (MFA)
  • Medical Care (MC)
  • Tanker Familirization (TF)
  • Oil Tanker Training (OT)
  • Chemical Tanker Training Program (CTTP)
  • Liquid Gas Tanker (LGT)
  • Radar Simulator
  • Arpa Simulator
  • Globa Maritime Distress and Safety System (GMDSS)
  • Ship Security Officer (SSO)
  • Company Security Officer (CSO)
  • Port Facility Officer (PFSO)
  • Familirization Safety Officer (FST / Off Shore)
  • Crowd and Crysis Management Training (CCM)
  • Fast Rescue Boat Training
  • International Maritime Dangerous Goods (IMDG) Code
  • International Bulk Chemical (IBC) Code
  • International Code of Safe Practice of Solid Bulk Cargoes (BC Code)
  • Passanger Safety Course (PSC
  • Ballas Water Management
  • Healt and Safety Course (HSC)
  • Shipping Agent Course
  • Procedure Export Import Course
  • International Trading Course.

Beginilah Jika Kapal Berpapasan Di Bawah Jembatan

Kapal sudah lazim berlayar di lautan.
Tetapi ada juga beberapa jenis kapal yang bisa berlayar di sungai.
Bahkan sampai ke daerah pedalaman sekalipun.
Itulah kapal jenis Tug Boat atau Kapal Tunda alias Kapal Tarik.
Kapal jenis ini biasanya menarik tongkang.
Adapun isi tongkang bisa berbagai macam.
Ada tongkang batu bara, tongkang kayu log/gelondongan.
Ada juga tongkang minyak, baik minyak sawit atau solar.

Untuk bisa sampai ke hulu sungai tentu saja harus melalui kolong jembatan di sepanjang sungai.
Lewat di kolong jembatan seharusnya bergiliran satu persatu karena luas area di kolong jembatan terhitung sempit.
Salah sedikit bisa menyenggol tiang jembatan dan itu berbahaya untuk jembatan ataupun untuk kapal itu sendiri.
Tetapi ada juga yang lewat bersamaan, yaitu antara kapal naik dan kapal turun.
Sebenarnya harus tetap bergiliran, tetapi kalau ada komunikasi yang baik antara kapal yang mau lewat bisa saja.
Dan hanya boleh di siang hari, kalau malam terlalu beresiko.
Sudah pernah lihat kapal melewati kolong jembatan?
Simak foto-fotonya di bawah ini.

Kapal Tug Boat menarik tongkang batu bara sedang melewati kolong jembatan Mahakam Ulu, Samarinda.

Tongkang sudah hampir melewati kolong jembatan Mahulu, Samarinda.

Kapal assist/bantu menjaga posisi tongkang tetap di jalur aman supaya tidak menabrak tiang/pilar jembatan.


Kapal naik menarik tongkang kosong bertemu dengan kapal menarik tongkan berisi batubara hendak turun.

Posisi cukup aman saat bertemu di bawah kolong jembatan.

Aksi Damai 212

Sesungguhnya
Tidak ada yang sempurna di dunia ini
Dalam kerumunan banyak individu
Tetap ada deviasi
Walaupun arah sudah ditetapkan
Bahkan
Dalam perang
Di bawah panji suci sekalipun
Tetap terselip insan durjana
Karena
Setiap orang datang
Dengan panggilan hati
Dan kepentingan masing-masing
Kita hanya perlu mempertegas
Di posisi mana kita berada
Walaupun hanya dalam hati
Dan berhentilah menjadi pencela

Massa peserta "Bela Islam III" memenuhi kompleks Monumen Nasional (sumber: Google)

Google Street View, Jendela Wisata Keliling Dunia Dari Gadget Anda

Pemandanga bawah laut dengan aplikasi Google Street View

Ingin wisata keliling ke berbagai belahan dunia tetapi tidak ada modal?
Jangan khawatir, sekarang anda tidak perlu beranjak dari tempat duduk untuk keliling dunia.
Tidak perlu pusing tiket pesawat yang mahal, tarif hotel yang tidak terjangkau, makanan yang tidak bisa terbeli.
Kita bisa melihat tempat wisata yang paling kita idamkan secara visual 3 dimensi lewat gadget kita.
Dengan aplikasi ini, seolah-olah kita hadir di tempat tersebut dan bisa melihat pemandangan keliling 360 derajat, bahkan pemandangan di dalam air sekalipun.
Adalah aplikasi dari google, "Street View" yang akan membawa kita berkelana keliling dunia tanpa harus keluar dari rumah, bahkan tanpa beranjak dari tempat duduk.

Aplikasi Street View yang sudah didownload lebih dari 500 juta pengguna

Aplikasi ini dapat diunduh di playstore dari hape android dan diinstal secara otomatis.
Dengan sudah terinstalnya aplikasi ini, kita bisa melihat semua lokasi wisata pilihan di dunia dan yang ada di sekitar kita.
Kita bahkan bisa merekam dan memasukkan photo 360 seperti yang kita lihat untuk dinikmati orang lain sekaligus mempromosikan tempat wisata di daerah kita.
Caranya cukup mudah, buka aplikasi Street View dan mulailah memotret panoramanya sekeliling secara bersambung.
Setelah semua ruang kita foto secara 360 derajat, maka aplikasi akan "menjahit" foto itu menjadi satu sehingga tersambung utuh sekelilingnya.
Selanjutnya kita upload foto itu ke Street View dan akan tersimpan di database google yang akan bisa dilihat orang baik menggunakan hape atau komputer.
Semua foto yang kita upload akan tersimpan sebagai sumbangan kita dan kita bisa mengetahui berapa banyak pengunjung yang sudah melihat foto kita.

Akun Street View saya tanggal 2 Des 2016 yang sudah dikunjungi hampir 30.000 orang.

Berikut ini beberapa hasil foto yang sudah saya upload ke Street View yang jumlah total pengunjungnya baru sekitar 30.000 orang.
Anda ingin melihatnya juga?
Berikut daftar unggulannya:
Masjid Raya Kotabaru
Rumah Si Pitung.
Taman Suropati
Monumen Nasional
Siring Laut Kotabaru.
Bagaimana?
Keren kan......!!!
Tunggu apalagi?
Segera instal aplikasinya, berkelanalah dan bagikan juga hasil fotomu.....!!!


Laptopku Ngadat Lagi

Tiba-tiba saja laptopku mati mendadak saat aku belum menyelasaikan sebuah tulisan di blogku.
Kontan saja aku kaget setengah mati, karena mungkin saja tulisan itu belum tersimpan otomatis.
Sia-sia saja aku menulis kalau begini, padahal baru kali ini aku menulis di blog lagi dalam setahun ini.

Selama ini hanya sibuk mengisi tulisan di Inkubator calon Wikipedia bahasa Gorontalo dan Wiktionary bahasa Gorontalo.
Selain itu juga harus menerjemahkan setiap item dalam bahasa inggris ke bahasa Gorontaalo yang ada di website translatewiki.
Ini semua adalah persyaratan supaya Wikipedia bahasa Gorontalo segera rilis dan berdiri sebagai Wikipedia bahasa yang mandiri seperti Wikipedia bahasa Indonesia, Jawa, Sunda, Banjar, Minangkabau dan bahasa Bugis.

Jadi selama ini pula blogku terbengkalai tidak pernah diisi postingannya.
Baru 2 hari ini aku mulai mencoba menulis lagi karena ada sedikit gairah untuk menulisnya.
Rasanya banyak hal dan ide yang aku lewatkan egitu saja karena sibuk mengejar target artikel di Inkubator bahasa Gorontalo.

Dan ketika tulisan yang agak panjang yang aku buat hampir selasai, tiba-tiba laptopku ngadat mati mendadak.
Rasanya lemas memikirkan jika tulisan itu belum tersimpan otomatis.
Laptopku memang sudah tidak bisa digunakan untuk bekerja yang berat seperti main game.
Ini karena dulu hampir 24 jam nonstop dipakai bermain game, jadi langsung lemah perangkatnya.
Service terakhir karena blank adalah karena kebanyakan dipakai untuk game, tiba-tiba saja tidak mau hidup lagi.
Dibawa ke service katanya harus ganti apalah, aku sudah lupa tetapi kalau ditaksir biayanya lebih baik beli baru lagi.

Beuntunga aku mendapatkan tukang service mandiri yang masih bisa memperbaikinya dengan biaya tidak sampai seperempat daripada yang diminta service resmi.
Tetapi sejak saat itu laptopku tidak bisa dipakai lagi untuk main bola PES kesukaanku dan tidak bisa juga untuk buka peta google earth.
Kalau buka peta google earth dan kursornya digerakkan secara cepat untuk memindahkan posisi peta, langsung saja mati mendadak seperti ini.
Dan kali ini aku hanya membuat artikel tiba-tiba langsung mati lagi.

Aku menghhidupkan lagi laptopku dan langsung membuka kembali draft blog yang sementara kutulis.
Setelah loading sesaat muncul kembali draft tulisan yang belum selesai akua buat.
Lega rasanya, dan aku melanjutkan kembali artikel yang belum selesai aku buat.

Rumah Si Pitung

Papan nama Situs Marunda (Rumah Si Pitung)

Rumah Si Pitung atau Rumah Singgah Si Pitung adalah situs cagar budaya yang terletak di Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
Situs ini dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta dan terbuka setiap hari untuk semua pengunjung dari jam 08:00 - 17:00.
Karcis masuk sebesar Rp. 5.000. (Lima ribu rupiah) per orang.
Si Pitung adalah legenda Betawi, seperti Robin Hood yang dianggap kriminal oleh penjajah Belanda karena sering merampok.
Tetapi  Si Pitung dianggap pahlawan oleh rakyat jelata karena membagikan hasil rampokannya kepada rakyat miskin.

Rumah Si Pitung tampak depan

Aku pertama kali berkunjung ke sini tanggal 29 September 2016.
Naik ojek online Grab cuma Rp. 5.000 (Lima ribu rupiah) dari Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta di Marunda.
Kebetulan aku sementara mengikuti diklat pelayaran di sini.
Siang selepas keluar kampus, aku langsung menuju ke tempat yang dikenal sebagai Rumah Si Pitung ini.
Rumah panggung ini terletak di perkampungan nelayan di pinggir laut dan sekitarnya ada tambak, entah tambak udang atau bandeng.

Rumah Si Pitung tampak samping

Setelah membayar kacis retribusi, aku masuk ke dalam dan memotret dari berbagai sudut yang dianggap bagus.
Tidak lupa juga memotret menggunakan aplikasi "Google Street View" supaya nantinya bisa dilihat oleh semua orang dengan aplikasi ini tanpa harus datang lagi ke sini.
Sayangnya belum selesai aku melakukan pemotretan keliling 360 derajat, aplikasi langsung menutup sendiri karena hapeku terlalu panas. Hasilnya dapat anda lihat di sini setelah aku potret kembali seminggu sesudahnya lagi.
Otomatis hasil potretan tadi tidak tersimpan dan harus diulangi kembali. Hal ini mustahil karena dengan pemotretan pertama saja hape sudah panas sekali, apalagi kalau diulangi.
Memang sejak jatuh di laut beberapa waktu yang lalu hapeku selalu panas kalau dipakai untuk memotret dengan aplikasi itu. Padahal itu adalah aplikasi kesukaanku untuk mengabadikan obyek yang bagus ke visualisasi digital yang nanti bisa dinikmati banyak orang.

Kursi tamu di beranda depan

Terpaksa aku dinginkankan hapeku dengan mematikannya dan aku bergabung bersama pengunjung lainnya di bawah kolong rumah panggung Si Pitung.
Sebenarnya rumah ini bukan rumah milik Pitung, tetapi milik Haji Syaifudin, suadagar Bugis yang paling kaya di kawasan Marunda saat itu.
Menurut cerita versi masyarakat setempat, Syaifudin berteman dengan Pitung dan sering singgah dan bersembunyi di sini saat dalam pengejaran dan pencarian tentara VOC, Belanda.
Tetapi menurut versi Belanda, Syaifudin adalah salah satu korban yang dirampok Si Pitung, wallahu a'lam, kita itdak tahu cerita mana yang benar. Yang jelas rumah ini jadi terbengkalai dan angker bertahun-tahun lamanya karena tidak ada yang mengurus secara tetap, hanya warga kampung saja yang berinisiatip untuk membersihkan seperlunya.

Kamar tidur

Aku naik ke atas rumah panggung ini, setelah hapeku terasa dingin dan dirasa sudah bisa dipakai untuk memotret.
Di beranda depan rumah terdapat seperangkat kursi kayu dengan anyaman rotan dan meja bulat untuk menerima tamu. Di sebelah sudutnya ada patung yang memakai kemeja dan celana hitam dengan kaus dalam putih, yang merupakan wujud Si Pitung sang legenda. Kamar tidur terletak di tengah sesudah ruang tamu. dalam ruangan ini ada ranjang dengan kelambu khas jaman dulu dan seperangkat bantal dan guling serta ada Al-Qur'an juga.
Di sudut kamar ada meja rias yang ada laci penyimpanan perlengkapan riasan pribadi dilengkapi cermin bulat.

Rumah Si Pitung (kiri) dan bangunan untuk pengelola dan mushola (belakang kiri), kafe dan toko (kanan)

Ruangan selanjutnya adalah ruang keluarga yang terhubung dengan ruang makan.
Di ruang keluarga ada perabot meja kursi yang seperti di beranda sedangkang di ruang makan dilengkapi dengan meja lonjong dengan empat buah kursi makan.
bagian paling belakang rumah panggung ini adalah beranda belakng yang bisa digunakan untuk bersantai. Dari sini bisa dilihat pemandangan ke arah kampung dan tambak ikan.
Angin laut yang berhembus pelan menambah kesejukannya, terasa nyaman memang.

Galangan kapal yang berbatasan langsung dengan kompleks Rumah Si Pitung.

Setelah puas memotret yang dianggap perlu aku turun dan beranjak ke bangunan di sebelahnya.
Ada dua lagi bangunan baru selain rumah panggung tua ini, yaitu bangunan untuk pengelola dilengkapi dengan mushola dan tempat untuk berwudlu dan kamar mandi di lantai atas. Aku sempatkan sholat zuhur di sini karena sudah hampir lewat waktunya.
Disebelahnnya ada lagi bangunan 2 lantai juga yang di bagian atasnya adalah kafe. Tampak beberapa pengunjung sedang bersantai menikmati hidangan.
Dari mushola ini atau dari kafe tersaji pemandangan ke arah laut lepas.
Sayangnya pinggir pantainya sudah dipakai sebagai galangan kapal, jadi tampak merusak pemandangan yang asri.
Yang nampak sekarang hanyalah kapal-kapal yang sedang diperbaiki atau kapal-kapal yang baru diturunkan dari galangan.





Overhaul: Setelah 2 Tahun Beroperasi Tanpa Henti


Akhirnya KO juga mesin induk kanan, tidak bisa lagi dipaksakan.
Beberapa bulan ini memang jalannya sudah tidak normal tetapi masih dipaksakan untuk beroperasi.
Ada-ada saja kendalanya, entah mesin panas, tidak keluar air pendingin atau tiba-tiba saja mati saat sementara manuver olah gerak.



Trip kemarin sewaktu hendak pulang ke pangkalan di Kotabaru, Pulau Laut dari Asam Asam terpaksa jalan dengan 1 mesin saja.
Memang sudah saatnya untuk perbaikan, sejak berpoperasi di Kotabaru bulan Oktober 2014, belum ada pemeriksaan dan perawatan mesin yang memadai karena kapal dikebut untuk berangkat ke laut lagi. Hampir tidak ada istirahat yang cukup.


Karena sudah lumayan parah akhirnya di bongkar juga untk overhaul. Kapal stand by sementara di pangkalan.
Setelah dibongkar, alat-alat mesinnya dibawa ke bengkel besar perusahaan di Banjarmasin pada hari Senin tanggal 21 November 2016  dan baru tiba kembali di kapal pada hari Selasa 29 November 2016.


Pemasangan kembali dilakukan oleh mekanik dari banjarmasin bersama kru mesin yang di kapal.
Semoga segera selesai dan bisa beroperasi lagi.
Tidak terasa sudah 2 minggu lebih nongkrong mulai dari hari Jum'at tanggal 18 November 2016.
Sudah saatnya untuk ke laut lagi.

Ngidam Kamera DSLR, Akhirnya Kesampaian Juga

Jepretan awal di Octagon

Panas menyengat langsung berganti mendung.
Sesampai di kost aku cuma ganti baju dan menaruh laptop di ransel untuk bersiap keluar lagi.
Teman-teman kost lagi pada istirahat, untung ada satu orang yang tidak tidur.
Jadi aku memberitahu dia kalau mau keluar dan mungkin mau menginap di rumah teman.

Menunggu sebentar, tidak lama ojek online yang aku booking sudah tiba dan aku langsung meluncur ke stasiun Kemayoran.
Aku janjian sama teman  untuk ketemu di sana karena mau minta ditemani ke Octagon untuk beli kamera.
Sudah lama aku ngidam kamera untu memotret tetapi selalu ada saja keperluan lain yang lebih mendesak.
Jadi selalu tertunda terus untuk membeli kamera idaman, setelah selama ini hanya bisa googling segala macam merek dan tipe kamera.

Pilihan yang paling realistis untuk dicapai kantong adalah Canon EOS700D.
Inginnya sih type yang lebih diatasnya lagi, tetapi kantong sudah kempes setelah 3 minggu ikut diklat ambil 5 certificate baru.
Jadi inipun sangat dipaksakan saja karena sudah lama aku ngidam pengin punya kamera DSLR.
Masa pake kamera Android terus.

Sampai di stasiun Kemayoran sudah hujan dan mas Rachmad belum tiba, terpaksa aku harus menunggu sejenak.
Mas Rachmat tiba saat hujan sudah mulai agak reda, tapi kami naik taksi saja ke tempat tujuan.
Ternyata taksi online ada juga yang berlagak bego kayak taksi biasa, sudah tahu ada peta online yang diikuti untuk belok kiri tetapi dia malah berbelok kanan menjauh dari tempat tujuan.
Terpaksa kami langsung saja minta berhenti dan melanjutkan dengan jalan kaki.

Sudah agak sore kami tiba di tokonya dan setelah basa-basi langsung memilih kamera yang dimaksud.
Aku suruh mas Rachmat saja yang mengetes kameranya karena aku memang masih belum menguasai fitur-fiturnya,
Itulah alasan sebenarnya aku minta ditemani untuk membelinya.
Karena sudah menjelang magrib, kami tidak berlama-lama di situ, segera aku selesaikan pembayarannya dan kami langsung pulang ke kantor Wikimedia Indonesia di jalan Pati.
Rencananya aku mau nginap dulu di sini.

Masjid Al-Alam Marunda

Gerbang masjid Al-Alam yang langsung berhadapan dengan rumah penduduk

Jum'at, tanggal 07 Oktober 2016 aku berkunjung lagi ke Museum Rumah Singgah Si Pitung di Marunda.
Ada beberapa foto yang kurang bagus pada hasil kunjungan pertama kemarin dan aku ingin mengulangi untuk memotretnya lagi.
Maklum memotret dengan kamera handphone, tetap terbatas hasilnya walaupun sudah berusaha sebaik mungkin.

Menjelang waktu sholat jum'at barulah aku beranjak pulang dari sana.
Suara pengajian dari masjid sudah terdengar dan tidak lama lagi masuk waktunya sholat.
Aku berjalan kaki mengikuti orang-orang kampung yang bersepeda motor menuju ke masjid terdekat.
Ternyata yang dituju adalah Masjid Al-Alam yang masih merupakan salah satu cagar budaya di Marunda.
Segera aku menuju tempat berwudhu dan berbaur dengan para jamaah.

Bangunan induk Masjid Al-Alam
Karena datangnya terlambat tentu saja kebagian tempat di belakang.
Bagian belakangnya adalah pendopo sedangkan bagian depan adalah bangunan induk masjid.
Masjid ini memang tergolong kecil sehingga ditambah dengan pendopo untuk menampung jamaah yang tentu makin bertambah setiap saat.
Di pendopo tampak ada sebbuah beduk dari kayu.
Sedangkan bangunan induknya kelihatannya masih mempertahankan bangunan lama dengan pemugaran yang tidak banyak merombak keasliannya.

Setelah selesai sholat jum'at aku sempatkan mengobrol dengan jamaah orang tua yang masih bertahan di masjid.
Dan setelah meminta ijin, aku menyempatkan untuk masuk ke bangunan induk yang disebutkannya untuk memotret bagian dalamnya.

Tampak yang masih terpelihara keasliannya adalah mihrab dan mimbar khutbah serta pilar-pilar di dalam ruangannya.

Ruang sholat utama Masjid Al-Alam
Mimbarnya sederhana dengan dilengkapi tiga anak tangga, ada tulisan kaligrafi yang melengkung diatasnya dan sebuah jam duduk di sebelah kirinya.
Mihrabnya beralaskan sajadah dan di depannya ada ukiran kaligrafi.
Ruangannya dialasi dengan karpet berwarna merah dan ada empat pilar putih berukir sederhana menyangga ruangan yang tingginya mungkin kurang dari 3 meter itu.
Setelah memotret bagian-bagian yang dianggap penting, aku kembali ke STIP Marunda karena masih ada masalah administrasi diklat yang masih harus diselesaikan.

Pendopo Masjid Al-Alam

Mohammad Husni Thamrin


Rasa keadilan yang dibangun dewasa ini sangatlah sulit untuk dicari.
Kepercayaan kepada putusan pengadilan termasuk salah satu sandaran utama negara yang sangat penting, tetapi dengan banyaknya keraguan terhadap kenetralan institusi pengadilan, negara akan kehilangan salah satu pilar terkuat untuk memelihara kedaulataan hukum. (MH. Thamrin – Hendelingen Volksraad, 1930-1933)



Itulah kalimat yang aku dapati terukir di bawah monument Mohammad Husni Thamrin yang berada di median ujung barat Jalan Medan Merdeka Selatan, di sisi timur air mancur Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat.
Mohammad Husni Thamrin adalah salah seorang tokoh pergerakan nasional dan pahlawan nasional Indonesia, lahir di Jakarta, 16 Februari 1894 dan meninggal 11 Januari 1941.

Ke Jakarta Lagi Untuk Ikut Diklat Pelayaran

23 September 2016.
Jam 09:30 kapal sudah mendekati  area achorage Bunati.
Tiba-tiba saja mesin kanan mati tanpa sebab dan tentu saja kapal melambat, padahal masih ada 3 mil lebih lagi ke tempat berlabuh.
Berarti 1 jam lebih lagi baru sampai, sedangkan aku harus segera berangkat ke bandara Syamsuddin Noor, Banjarmasin untuk ke Jakarta.
Masih ada 5 sertifikat lagi yang harus aku ambil sebagai syarat untuk bisa updating ijasah.
Besok pagi aku ada jadwal masuk untuk SAT, jadi harus sampai di Jakarta malam ini,

Kalau terlambat ke bandara maka kacaulah semua jadwal yang sudah disusun.
Aku  langsung telepon service boat langganan dan kebetulan dia sudah mau datang karena mau antar keagenan untuk mengambil dokumen kapal.
Terburu-buru kami turun dari kapal karena kau takut terlambat. Jam 11 lewat kami sudah sampai di darat dan aku langsung menunggu mobil travel dari Batulicin yang biasa ke Banjarmasin.
Sebelum sholat jum'at sudah ada mobil yang lewat dan aku langsung berangkat, terpaksa lewat lagi sholat jum'at.
Sepanjang jalan hujan lebat dan sesekali berhenti. Ada mobil yang terbalik di pinggir jalan yang kami lewati tetapi tidak sempat aku potret.
Sikitar jam 16:25 aku sudah check in, dan barulah aku merasa lega karena pesawat nanti berangkat jam 18:35 WITA. Masih banyak waktu, tetapi tadi saat kapal masih di laut aku tentu saja panik karena takut terlambat untuk turun ke darat.

Terminal kedatangan 1A, bandara Soekarno Hatta.

Pesawat berangkat sesuai jadwal dan tiba di Jakarta sekitar pukul 19:30 WIB.
Buru-buru ku ke loket damri dan mencari yang jurusan ke Priok. Dari Priok menuju ke Semper aku langsung saja naik ojek dari permai karena kalau naik angkot tidak tahu harus turun di mana. Ojeknya minta Rp. 35.000 dan langsung aku iyakan saja. Setelah putar-putar kebingunagan cari alamat kahirnya sampai juga di kost temanku yang sudah duluan datang untuk ikut diklat juga. Aku kasih saja Rp. 50.000 (limapuluh ribu rupiah). Belakangan aku pakai ojek online dari Priok ke kost cuma Rp. !5,000 (limabelas ribu rupiah).
Belakangan aku pakai ojek online dari Priok ke kost cuma Rp. !5,000 (limabelas ribu rupiah).

Setelah menyimpan pakaian aku bersama teman mencari makan di luar.
Sambil tanya-tanya bagaimana proses diklat yang sudah dia ikuti.
Besok aku harus ikut diklat dan aku belum beli sepatu serta pakaian putih.
Pakaian dan sepatu dulu yang aku pakai waktu revalidasi sudah aku tinggal di rumah dan sekarang kebingungan lagi.