Apalah artinya sebuah nama, demikian kata seorang pujangga terkenal.
Mungkin karena sudah terkenal sehingga dia merasa tidak memerlukan nama lagi.
Tetapi bagaimana jika seseorang atau sesuatu itu tidak punya nama?
Bagaimana kita harus menyebut atau memanggilnya?
Nama adalah identitas yang melekat pada tiap sesuatu, baik itu benda, tumbuhan, hewan apalagi manusia.
Banyak orang yang berharap namanya terkenal dan dikenal dimana-mana.
Dengan banyak cara dia berusaha mewujudkan hal tersebut sampai melakukan hal-hal yang aneh atau kontroversial.
Tapi ada juga orang yang sudah terkenal sampai harus menyembunyikan diri dari publik.
Ketenaran malah dianggap mengganggu privasinya, padahal itu yang diharapkannya dulu.
Saya punya pengalaman menarik yang berhubungan dengan nama seseorang selama dalam perjalanan menggunakan kapal penumpang Pelni.
Suatu waktu saya pulang kampung karena cuti.
Dari Samarinda saya beli tiket di travel sekalian diantar dengan mobil travelnya ke pelabuhan supaya tidak repot.
Kebetulan penumpang yang diantar mobil travel cuma 3 orang, 1 orang tua laki - laki, seorang gadis, dan saya.
Dalam perjalanan sang orang tua membenahi koper yang ada tulisan nama perempuan, "NURHAYATI" (bukan nama sebenarnya).
Dia mencabut lagi nama yang terselip di plastik koper itu, melipat dan memasukkannya lagi.
Sekilas saya memperhatikan dan sekarang yang nampak adalah "Dra.NURHAYA".
Saya mengerti sekarang bahwa sang gadis yang mungkin anaknya itu adalah seorang "Doktoranda".
Tapi demi untuk memunculkan gelar sang anak, namanya jadi "NURHAYA" bukan lagi "NURHAYATI" karena tempat untuk menyelipkan stiker nama terbatas.
Apa boleh buat supaya gelar dikenal orang, maka nama yang harus jadi korban.
Sang gadis hanya memperhatikan saja apa yang dikerjakan orang tua itu tanpa reaksi apa-apa.
Di pelabuhan Kwandang, kapal baru saja berangkat dan penumpang kelas ekonomi masih sibuk mencari tempat.
Tiba-tiba terdengar pengumuman dari ruang infomasi "Mohon perhatian,anggota DPRD dari kabupaten ....(disebut nama kabupatennya) ditunggu temannya di ruang infomasi deck lantai 5.
Wah, apakah orang yang memanggil itu tidak bisa membedakan ruang sidang DPRD dengan kapal.
Menurut saya semua status orang di atas kapal ini hanya terbagi 3 jenis yaitu kru kapal, penumpang resmi dan penumpang gelap.
Kok keanggotaan DPRD sampai dibawa-bawa kesini? Apakah tidak bisa dipanggil saja nama orangnya?
Atau apakah sedang ada studi banding di atas kapal?
Saya hanya bisa terheran-heran saja mendengarnya.
Suatu waktu di pelabuhan Pantoloan masih dengan kapal pelni saya punya pengalaman lain lagi.
Kapal akan berangkat dan dari ruang infomasi ada pengumuman supaya pengantar dan penjemput segera disuruh turun supaya tidak terbawa dikapal.
Tiba-tiba ada pengumuman lain yang menarik perhatian saya.
Bunyinya adalah "Mohon perhatian,anak walikota ...(disebut nama kotanya) ditunggu temannya di ruang infomasi deck lantai 4, terimakasih.
Saya jadi bertanya dalam hati apakah anak itu tidak punya nama.
Atau betulkah yang memanggil itu adalah temannya, sebab kalau memang temannya tentu dia tahu nama yang harus dia panggil.
Lho kalau anak walikota ada 3 orang yang ada di atas kapal apakah semua harus datang?
Bagaimana pula perasaan orang yang dipanggil itu?
Apakah dia merasa bangga seluruh penumpang kapal tahu statusnya sebagai anak walikota atau malah tersinggung karena jabatan bapaknya dibawa-bawa sampai ke sini.
Saya jadi berfikir kalau ada anak seorang tukang becak di kapal ini dan temannya mencarinya apakah harus disertakan juga "jabatan" bapaknya itu?
Masih dikapal pelni sudah dalam perjalanan.
Suatu sore tiba-tiba ada pengumuman lagi.
"Mohon perhatian,saudara Marwan ditunggu rekannya di ruang infomasi deck lantai 4."
Siapa yang mencari saya? Saya jadi bertanya kok ''rekan'' bukannya ''teman''?.
Siapa rekan saya di sini? Apakah saya seorang bisnisman sampai dicari seorang rekanan.
Saya ingat tadi di mushola kapal ada yang meminjam buku yang saya baca dan belum dikembalikan.
Apakah orang itu yang mencari saya?
Rasanya tidak mungkin sebab saya tidak menulis apa-apa di buku itu.
Padahal setiap buku yang saya beli selalu saya tulisi tanggal dan kota tempat beli,nama saya dan tanda tangan.
Karena pengumuman diulang lagi, maka saya bergegas ke ruang infomasi.
Di depan ruang infomasi saya lihat ada 2 orang gadis yang kelihatan sedang menunggu tetapi saya tidak mengenal mereka.
Tiba-tiba saya berpapasan dengan seorang kadet yang berpakaian dinas. Di bajuseragam dinasnya ada tulisan namanya dan nama itu adalah "MARWAN".
Dia langsung disambut rekan gadisnya. Saya jadi tersipu malu. Ternyata bukan saya yang ditunggu. Ada juga Marwan yang lain di kapal ini.
Suatu waktu saya pulang kampung lagi dari Samarinda karena cuti lebaran Idul Fitri.
Pilihannya tentu naik kapal pelni lagi sebab tiket pesawat pesawat harganya sudah melambung.
Tarif normal saja tidak terjangkau apalagi tarif ''abnormal'' jelang libur lebaran.
Kapal berangkat dari pelabuhan Semayang Balikpapan dengan tujuan pelabuhan Pantoloan.
Penumpang penuh sesak, maklum angkutan rakyat yang terjangkau tiketnya walaupun banyak yang tidak kebagian kabin. Beruntung saya masih dapat tempat tidur.
Dari Pantoloan kapal menuju pelabuhan Kwandang,Gorontalo.
Saat sedang istirahat siang tiba-tiba ada lagi pengumuman dari dari ruang infomasi.
Pengumumannya adalah,"Mohon perhatian, saudara Marwan Mohamad penumpang dari Balikpapan tujuan Kwandang ditunggu temannya di depan ruang infomasi deck lantai 4."
Tentu saja saya kaget,siapa yang mencari saya? Kok lengkap betul infomasinya.
Saya sampai tidak percaya dengan pendengaran saya. Tapi pengumumannya diulang lagi dan isinya masih seperti tadi.
Saya pun pergi ke arah ruang infomasi menerobos penumpang ekonomi yang penuh sesak tidur di gang-gang kapal.
Sampai didepan ruang infomasi sudah menunggu teman satu sekolah saya di kampung.
Namanya Amir Utiarahman. Dia bekerja di kapal diperusahaan Andika Lines di Jakarta.
Dia mudik pulang kampung untuk lebaran juga dan pilihannya lewat kapal laut seperti saya.
Rupanya dia melihat saya kemarin sewaktu saya naik dari pelabuhan Balikpapan.
Karena dia cari di atas kapal tidak ketemu, terpaksa dia minta bantuan dari ruang infomasi.
Beruntung dia tidak memanggil saya dengan "jabatan" yang melekat pada orang tua saya.
Sebab bapak saya hanyalah petani kampung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar