Kapal Mavi Marmara gagal memasuki Gaza karena diserbu dan digiring tentara Israel ke pelabuhan Ashdod,Israel.
Korban jiwa pun tak terelakan dari peristiwa itu.
Tercatat tidak kurang dari 10 jiwa yang melayang karena ditembus peluru yang dilepaskan tentara Israel.
Namun hal tersebut tidak menyurutkan niat Nakhoda dan para Relawan yang ada di kapal Rachel Corrie untuk tetap menembus blokade Israel untuk masuk Gaza.
Kapal Rachel Corrie tetap bersikukuh melanjutkan pelayarannya ke Gaza.Sekukuh hati sang gadis yang merelakan nyawanya direnggut buldozer Israel yang namanya di abadikan menjadi nama kapal tersebut.
Derita rakyat Palestina yang kelaparan dan kekurangan obat – obatan di Gaza karena blokade Israel lebih menggugah hati mereka daripada ancaman moncong senjata otomatis yang setiap saat bisa menghabisi nyawa mereka.
Tapi apalah daya,semangat saja tidak cukup untuk menghadapi tentara Israel.
Belum lagi memasuki wilayah yang dituju,kapal angkatan laut Israel kembali mencegatnya.
Tentara Israel kembali membajak dan menguasai kapal itu serta mengalihkannya ke Ashdod.
Sebuah kapal yang membawa bantuan bahan makanan dan obat – obatan sampai harus dicegat oleh lebih dari 1 kapal perang dan penumpangnya diperlakukan tak ubahnya seperti tawanan perang pula.
Kecaman dunia internasional yang mengutuk tindakan tersebut dianggap bagai angin lalu oleh Israel.
Mereka tetap menahan dan menyita muatan kapal itu walau jelas yang dibawa adalah bantuan kemanusian yang berasal dari sumbangan berbagai pihak dari belahan dunia.
Sungguh suatu tindakan yang tentu menurut saya pribadi adalah diluar batas nilai kemanusiaan itu sendiri.
Sama seperti tindakan tentara mereka sewaktu menggilas Rachel Corrie di Gaza dengan buldezer yang merenggut nyawanya.
Tapi percayalah ini hanya pionir dari sejumlah gerakan lainnya yang akan terus berlanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar